Tidurku
yang tak nyaman karena dilanda mimpi buruk, terasa makin tak nyaman karena
nafasku tiba tiba terasa sesak, dan tubuhku seperti terhimpit sesuatu. Rasanya
aku tidak mengidap penyakit asma. Namun selangkanganku terasa enak dan nikmat,
seperti ada penis yang mengaduk vaginaku. Belum lagi rasanya payudaraku diremas
lembut, membuatku perlahan tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati
ternyata Wawan yang membuatku terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih
belum sadar betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang
menyetubuhiku, membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu
berat buat cewek mungil sepertiku. “Lho Non Eliza, katanya mulai kemarin saya
boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku. Aku langsung sadar, teringat
kemarin memang aku menjanjikan hal ini. “Tapi bukan gini caranya Wan! Masa aku
lagi tidur kamu ajak beginian. Nggak sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum
sadar benar, bangun bangun ada orang lain di kamarku, kukira aku sedang
diperkosa rampok tau!”, kataku ketus. Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar
omelanku, Wawan terdiam. Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak
mengendur sedikitpun. Aku menghela nafas panjang, lalu berkata “Ya sudah, cepat
lanjutkan. Mana kamu ini lama lagi kalau main. Oh tunggu!!”, tiba tiba aku
teringat dan menurunkan volume suaraku, “Gila kamu ya Wan, kakakku mana??”.
Wawan cengengesan dan berkata, “tenang Non, liat ini jam berapa? Kakak non
sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya sudah tidak tahan untuk
bermain lagi dengan non nih”. Oh.. aku sedikit lega, dan melihat jam, yang
ternyata sudah jam 08:15 pagi. “Lalu, sejak jam berapa kamu nggghh… ” belum
selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku dengan tak sabar, hingga
aku melenguh, keenakan.
“Oh..Wan…
kamu…”, desahku nikmat. Wawan tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit
jengkel juga, tapi hanya sebentar, karena rasa nikmat langsung melandaku ketika
Wawan mengulangi gayanya kemarin, ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri.
Penis yang amat kokoh itu langsung terbenam begitu dalam, membuatku melenguh
lenguh. Bukan hanya karena takut, tapi juga tak ingin penis itu lepas dari
vaginaku, membuatku tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya.
Rasanya tusukan penis itu semakin dalam, dan aku yang sudah melingkarkan
tanganku ke lehernya supaya tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut
bibirnya penuh nafsu tak perduli dengan wajahnya yang amburadul. Terakhir aku
minum obat anti hamil adalah ketika aku digangbang di ruang UKS 2 hari yang
lalu, tapi aku tak kuatir hamil, sebab kini aku sedang bukan dalam masa subur.
Aku sudah tak lagi punya niat untuk jual mahal, karena rasa nikmat yang sudah
menjalar ke seluruh tubuhku benar benar menghancurkan akal sehatku. Wawan terus
memompa vaginaku sambil berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga
duga ke mana ia mau membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku. Bajuku
masih melekat, walaupun tanpa bra. Aku memang tak pernah tidur dengan memakai
bra. Tapi celana panjangku dan celana dalamku tidak ada, dan sempat aku melihat
dari pintu kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan kedua benda
itu tergeletak di lantai kamarku. Kini Wawan menuruni tangga, rupanya hendak
mengajak rekannya kemarin untuk bersama sama menikmati tubuhku.
Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex seperti ini, bagaimana aku konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa menolak kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga membuat penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan, yang terlihat senang senang saja. Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu laki laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas tersengal sengal karena sodokan Wawan yang semakin gencar, aku yang menyadari akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus putus bercampur desahan dan lenguhan, “kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”. Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah Non…”. Suwito membelai pantatku dan melanjutkan “aduh non, kalau begini non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik nona kita ini ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang telingaku dan menimpali, “Kita ini benar benar beruntung bisa kerja di sini. Di mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini.. seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja sampai tua di sini”.
Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex seperti ini, bagaimana aku konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa menolak kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga membuat penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan, yang terlihat senang senang saja. Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu laki laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas tersengal sengal karena sodokan Wawan yang semakin gencar, aku yang menyadari akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus putus bercampur desahan dan lenguhan, “kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”. Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah Non…”. Suwito membelai pantatku dan melanjutkan “aduh non, kalau begini non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik nona kita ini ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang telingaku dan menimpali, “Kita ini benar benar beruntung bisa kerja di sini. Di mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini.. seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja sampai tua di sini”.
Mereka
tertawa senang sementara aku yang antara malu bercampur terangsang, tak bisa
menanggapi gurauan mereka, karena Wawan sudah melanjutkan pompaan penisnya yang
sekeras batangan besi itu, membuatku menggeliat dan melenguh dalam pelukannya.
“Nggggh.. Waaan….aduuuh….emmpph”, Wawan memagutku dengan buas, hingga aku tak
bisa lagi bebas melenguh. Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya
masing masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak
Arifin membelai belai rambutku yang panjang sampai sepunggung ini, sambil
menghirup bau harum rambutku. Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang sekaligus
seperti ini, membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, sampai
akhirnya datanglah saat saat yang paling nikmat itu, aku kembali mendapatkan
multi orgasme. “Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku saat
tubuhku terlonjak lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan membanjir.
Betisku melejang lejang, pinggangku tertekuk ke belakang ketika aku menikmati
orgasmeku dengan total. Tubuhku pasti sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan
pak Arifin, yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku
sambil meremas remas dengan gemas, membuat orgasmeku yang susul menyusul ini
makin terasa nikmat. Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku
menunjukkan sekarang ini adalah jam 09:00!
Oh…
entahlah, mungkin sudah sejam kali aku digenjot Wawan, kalau ditambah dengan
waktu aku masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan sex, membuatku semakin
kagum padanya. Beberapa menit setelah aku orgasme, Wawan tak tahan lagi. “Oooh…
memeknya non Eliza ini…. rasanya kontolku kayak diurut urut… sudah 3 menit…
aaah… “, erangnya sambil menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Aku
memejamkan mata ingin menikmati sepuas puasnya rasa hangat yang memenuhi relung
relung vaginaku. Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka,
dan penis Wawan sudah terlepas dari vaginaku. Aku membuka mataku, untuk melihat
giliran siapa berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya
Suwito, yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan
penisnya ke dalam vaginaku yang masih sangat basah oleh cairan cintaku dan
sperma Wawan.Aku hanya bisa menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang
dengan penuh semangat menggenjotku sepuas puasnya. Pak Arifin masih memainkan
rambutku, yang menurutnya sangat indah. Tiba tiba aku teringat penis Wawan yang
pasti masih belepotan sperma yang bercampur cairan cintaku. Entah apa yang
mendorongku, tapi aku hampir tak bisa mempercayai bahwa itu adalah suaraku
sendiri ketika aku memanggil Wawan, “Wan, sini aku oralin bentar”.
Wawan
yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta dua
kali, ia segera bangkit mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk kuoral, dan
tanpa malu malu aku memegang penis yang sudah mengendur itu, kukulum kulum dan
kuseruput hingga pipiku terlihat kempot, sampai tak ada sperma yang tersisa,
sementara Wawan melenguh lenguh keenakan. Benar benar edan! Bagaimana mungkin
aku bisa seliar ini? Bahkan aku merasa sperma itu begitu enak dan gurih, apakah
ini karena aku mulai ketagihan minum sperma? Mungkin saja, karena kini aku
sudah tak sabar lagi menunggu Suwito orgasme, karena aku ingin segera menjilati
dan menyedot sperma lagi. Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai
bersih, aku segera menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan
Suwito, dan benar saja, tak sampai 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin aku
memintanya keluar di mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena tadi
Wawan sudah keluar di dalam. Maka aku diam saja, membiarkan Suwito memuaskan
hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Setelah kurasakan
tak ada semprotan lagi, aku segera mendorong tubuhnya sampai penisnya terlepas
dari jepitan liang vaginaku, dan buru buru aku berkata, ”To, cepat sini…”. Suwito
pun segera menghampiriku, membenamkan penisnya ke mulutku, dan aku segera
menyedot nyedot dengan memejamkan mataku, merasakan tetes demi tetes sperma
yang teroleskan di lidahku. Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.
Pak
Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat kembali, sambil
membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak terlalu memperdulikan hal
itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba tiba, aku melepaskan kulumanku,
sambil melenguh pelan karena merasakan nikmat pada selangkanganku. Tak apa apa,
toh penis Suwito sudah bersih. Tapi bukan itu yang harus kupikirkan, maka aku
melihat ada apa dengan selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki
lelehan sperma yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku,
dan ditadahi dengan piring kecil tadi. Aku hanya diam menahan nikmat, ketika
sendok kecil itu mengorek ngorek vaginaku dengan lembut, seolah menyendoki
cairan cintaku dan sperma sperma dari Wawan dan Suwito. Setelah cukup lama,
mungkin setelah vaginaku sudah tak terlalu becek lagi, pak Arifin berkata, “Non
Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju mau ya?”. Aku dengan sedikit malu,
mengangguk pelan, dan pak Arifin mulai menyuapiku dengan lembut seperti
menyuapi anaknya yang sedang sakit. Kembali aku merasakan sperma yang bercampur
cairan cinta. Suapan demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini membuat aku
tak begitu lapar lagi meskipun aku ingat aku belum makan pagi. Setelah jatahku
habis, pak Arifin mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya, “Non Eliza, non
mau nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut non?”. Aku mengangguk
senang, kemudian melebarkan selangkanganku selebar lebarnya, karena aku ingat
penis pak Arifin ini berukuran raksasa. Kurasakan penis itu sudah mulai melesak
sedikit, dan gairahku langsung naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut
menyusu pada payudaraku dengan remasan remasan kecil.
“Aduh…
oooh…”, erangku antara sakit dan nikmat. Tetap saja ada rasa sakit yang melanda
vaginaku, karena ukuran penis pak Arifin sangat besar. Tapi kini aku bisa lebih
cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi genjotan sopirku ini. setelah rasa
sakit itu lenyap, aku mulai mendesah dan melenguh keenakan. Penis itu seolah
menancap begitu erat, sehingga ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku
yang menjepit penisnya ikut tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit. Namun
ketika penis itu menghunjam, rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging
keras yang besar hingga sesak sekali. Tak sekeras punya Wawan memang, tapi
masih keras untuk ukuran orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk membuat
aku serasa melayang ke awang awing. Rasa nikmat ini akhirnya membuat aku
orgasme, kembali kakiku melejang lejang membuat jepitan vaginaku pada penis pak
Arifin makin erat, dan ini membuat pak Arifin kelabakan, penisnya berkedut
kedut. Ia segera menarik penisnya lepas dari vaginaku dengan tergesa gesa, dan
segera membenamkan penisnya dalam mulutku. Segera semprotan spermanya yang juga
terasa asin dan gurih, membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu,
menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi
setelah sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri. Mereka bertiga akhirnya
duduk mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang paling duluan pulih,
namun sesuai janji mereka, ini hanya satu ronde. Tiba tiba Sulikah datang
terburu buru sambil membawa celana dalam dan celana panjang satin pasangan baju
tidurku. “Non, kakaknya non sudah pulang. Cepetan non, pakai ini dan kembali ke
kamar non”, seru Sulikah agak panik. Aku juga ikut panik, segera memakai celana
dalam dan celana panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain
juga segera memakai bajunya masing masing, kemudian segera keluar dari kamar
tempat kami pesta sex barusan, seolah olah sedang bekerja seperti biasa.
Untung
Sulikah memberitahu tepat pada waktunya, aku sudah di dalam ruang makan ketika
kudengar deru mesin mobil kokokku di garasi. Rupanya dosen yang mengajar mata
kuliahnya pagi ini tidak datang. Aku naik tangga dengan jantung berdegup kencang,
akhirnya sampai juga aku ke dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, pasti
Sulikah yang merapikan. Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam 09:30. Dan aku
segera masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat
3 orang tadi, juga vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat. Mungkin karena
cuma 1 ronde, tubuhku tak terlalu lelah. Selesai mandi, aku mengeringkan
tubuhku sambil memastikan tak ada tanda tanda aku baru saja bermain sex dengan
mereka. Lalu aku memakai baju santai, dan turun ke ruang makan. Di sana sudah
menunggu kokoku, yang membawakan aku nasi campur di dekat sekolahnya,
kesukaanku. Yah, kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma
dari mereka bertiga tadi. Aku memeluk kokoku senang, dan berkata, “thank you ya
kokoku yang baik”. Kokoku tertawa dan menggodaku, “Iya me. Tapi baik kalau
bawain makanan aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”. Aku memukul lengannya
manja, lalu kami makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa
akhirnya selesai juga kami makan.
Kokoku
kembali ke kamarnya, mungkin main komputer.
Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang sudah jam
10, aku biasanya berangkat jam 11:30. masih ada satu setengah jam lagi, aku
menyiapkan seragamku, putih abu abu. Juga tas sekolahku, yang membuatku
teringat tentang obat perangsang itu. Lalu aku menyisir rambutku rapi, dan
duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku menelepon temanku, dan kami
ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku harus berangkat. Setelah berpamitan,
aku mengenakan seragam sekolahku, lalu berpamitan pada kokoku, dan turun ke
garasi. Seperti biasanya, pak Arifin menawarkan diri untuk mengantarku, tapi
kutolak halus karena aku ingin menyetir mobil sendiri. Dalam perjalanan, aku
mengingat ingat kejadian pagi ini, dan membayangkan besok aku harus melayani
mereka bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi sampai siang. Hmm, sarapan sex
tiap pagi sebelum ke sekolah? aku menggelengkan kepala tak habis pikir, bisa
bisanya ada pembantu plus sopir yang memakai tubuh anak majikannya. Entahlah,
yang lebih gila lagi, anak majikannya ini tak merasa keberatan alias bispak
gitu loh…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar